HOW
I TRAVELED THE WORLD FOR FREE
Siapa yang tidak bermimpi bisa kuliah di kampus prestisius di Eropa ? Berkelana menjelajahi dunia dengan mata kepala sendiri ? Berkeliling ke 31 negara Eropa, menjelajahi eksotisme Afrika, bersafari melihat satwa di alam liar, menari bersama suku Masai, bahkan mendaki Kilimanjaro, gunung tertinggi di Afrika. Dan bayangkan jika kalian dapat melakukan itu semua tanpa uang kalian sendiri, tanpa tabungan orang tua kalian? Bagaimana caranya ? Satu kata : Beasiswa.
Ada dua inspirasi utama yang mendasari mengapa saya ingin lanjut kuliah di luar negeri. Pertama, bermula dari satu buku, yang saya yakin pasti sebagian besar kalian pernah baca atau nonton filmnya, LASKAR PELANGI. Saya benar-benar terbius dan dibuat bermimpi oleh Andrea Hirata. Khusyuk saya mengikuti perjuangan dia, dibawa bermimpi ke Firenze, menjelajahi Afrika, ke pedalaman Inggris, ke negara antah berantah. Saya bermimpi membayangkan andai aku disana. Banyak diantara kita yang sekedar terinspirasi namun sayangnya tidak ada aksi nyata. Namun saya bertekad saya akan berusaha mewujudkannya. Tampak mustahil? Memang. Namun setidaknya saya mencoba. Saya print beberapa quotes yang berkesan lalu ditempel di dinding kamar sehimgga saya selalu termotivasi. Ini beberapa kutipannya:
1. Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. "Pak guru Balia"
2. Pada saat itulah aku, Arai, dan Jimbron mengkristalkan harapan agung kami dalam satu statement yang sangat ambisius: cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Prancis. Ingin menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne.
3. Jangan selalu berpikir realistis. Realistis berbanding lurus dengan pesimis. Bermimpilah, karena ia selalu setia didampingi optimis.
4. Pahamkah engkau, berhenti bercita2 adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia. "Pak Mustar kepala sekolah"
5. Orang-orang seperti kita tak memiliki apa2 kecuali semangat dan mimpi2. Dan kita akan berjuang habis2an demi mimpi-mimpi itu. "Arai"
6. Jangan pernah mendahului nasib. Pesimis tak lebih dari sikap takabur mendahului nasib. "Arai"
7. Kita lakukan yang terbaik disini! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai ke Afrika! Kita akan sekolah ke Prancis. Kita akan menginjakkan kaki di almamater suci Sorbonne! Apapun yang terjadi! "Arai"
8. Realistis adalah berbuat yang terbaik di tempat dimana aku berdiri. Aku semakin terpatri dengan cita2 agung kami: ingin sekolah ke Prancis, menginjakkan kaki di almamater suci Sorbonne, menjelajahi Eropa sampai Afrika. Tak pernah sedikitpun terpikir untuk mengompromikan cita2 tersebut. "Ikal"
9. Merantaulah. Jika kalian sampai ke Prancis menjelajahi Eropa sampai ke Afrika, itu juga artinya aku sampai kesana, pergi bersama-sama dengan kalian. "Jimbron"
10. Pak Balia memberikan padaku sebuah gambar yang selalu diperlihatkannya didepan kelas, lukisan menara Eiffel dan Sungai Seine. Beliau diam saja dan aku mengerti maksudnya. Prancis bukan hanya impianku dan Arai saja, tapi juga impian beliau.
11. Itulah kawan, kalau mau tahu tenaga dari optimisme, tenaga dari ekstrpolasi kurva yg menanjak. Tenaga dari mimpi2... "Ikal"
12. Dengan kaki tenggelam kedalam lumpur sampai selutut, kami tak surut menggantungkan cita-cita ke bulan: ingin sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kaki-kaki miskin kami di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajahi Eropa sampai Afrika.
13. Pak Balia mengutip "Belle de Paris" yang ditulis ratusan tahun lampau oleh Eustache Deschamps: "Tak ada satu pun kota lain yang dapat menyamainya. Tak ada yang sebanding dengan Paris"
14. Lima belas orang dari ribuan pelamar adalah peluang yang sangat sempit.
15. Demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun memeluk mimpi kami, menyimak harapan-harapan sepi dalam hati kami. Karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerima kami, disana jelas tertulis: Universitè de Paris Sorbonne, Prancis.
Dan tahukah kawan, saya bukan hanya mengikuti jejak mereka, tapi bahkan melebihi! Bergetar rasanya pas menerima email bahwa saya diterima di Sorbonne, sang Altar ilmu pengetahuan. Dan kemudian Tuhan kembali berbaik hati kepada saya. Satu hari sebelum saya berangkat umrah, saya kembali dikirim email bahwa saya diterima beasiswa Eiffel, beasiswa paling prestisius, paling sulit, dan paling besar nilainya. Tak henti ucapan syukur dan air mata ini mengalir deras kala aku solat persis di depan Kabah. saya “mempertanyakan” mengapa Tuhan begitu baiknya memberi rezeki. Benar kata Pak Mario Teguh, Tuhan itu semena mena dalam memberi rezeki ke umatnya. So, bermimpi, berusaha dan berdoa. Itu tiga kunci awal. Namun tanpa kunci keempat, tiadalah berguna ketiga kunci diatas.
Momen kedua yaitu saat saya dan mama nonton film The Tourist yang diperankan Angelina Jolie dan Johnny Depp. Ketika adegan di Venice dimana Jolie naik gondola, beliau bergumam, “Mam pengen banget kesana ngerasain naek gondola ”, disitulah saya berdoa semoga bisa mewujudkan mimpi beliau. Dan Alhamdulillah setahun kemudian, kita bertiga dengan ayah naik gondola di Venice, dan keliling ke 13 negara di lebih 35 kota di Eropa. Namun dibalik itu semua ada perjuangan besar yang mereka lakukan. Tahukah kawan, setiap malam ketika aku terlelap, mereka bangun bersujud memohon supaya impianku kuliah di Paris terkabul. Setiap hari mereka berdoa meminta yang terbaik. Dan inilah kunci yang terpenting, doa orang tua.
Perjuangan mencapai itu semua memang sangat susah dan berliku, namun semua pengorbanan itu kawan, terbayar tuntas ketika aku mengajak mama papa kedalam La Sorbonne, sang Altar Ilmu Pengetahuan di tengah kota Paris, si kota cahaya. Kuajak mereka kedalam, meresapi kemegahan salah satu kampus tertua di Eropa. Dan duhai kawan, ketika kulihat mata ayahku berkaca-kaca tidak sanggup berkata apa-apa, ketika beliau hanya mengusap lembut rambutku, dan ketika kulihat mata mama memerah penuh tangis bahagia, lalu beliau berkata. “Mama sangat bangga”, waktu seakan berhenti. Kawan, itulah momen paling membahagiakan yang pernah kurasa. Kita bertiga menangis berpelukan sembari tak henti bersyukur. Berapa banyak yang memiliki kesempatan seperti itu? Tidak banyak. Walau tetap itu semua tak setimpal dengan pengorbanan mereka, membuat mereka bangga adalah tujuan utama kita sebagai anak.
So kawan, kalau kalian ingin mengikuti langkah saya, ingat 4 kuncinya. Bermimpilah, berusalah, berdoalah, dan mintalah restu orang tua kalian.
PS: Tidak ada niat untuk ujub atau sombong dalam penulisan ini, namun sekedar berbagi semoga kalian pada makin semangat belajar. Dunia dan ilmu pengetahuan itu luas, sementara umur kita pendek. So, masihkah kalian mau buang2 waktu ga berguna? Mengecewakan orang tua kalian? Man jadda wajadda. Siapa yang bersungguh-sungguh, dialah yang akan berhasil.
Ada dua inspirasi utama yang mendasari mengapa saya ingin lanjut kuliah di luar negeri. Pertama, bermula dari satu buku, yang saya yakin pasti sebagian besar kalian pernah baca atau nonton filmnya, LASKAR PELANGI. Saya benar-benar terbius dan dibuat bermimpi oleh Andrea Hirata. Khusyuk saya mengikuti perjuangan dia, dibawa bermimpi ke Firenze, menjelajahi Afrika, ke pedalaman Inggris, ke negara antah berantah. Saya bermimpi membayangkan andai aku disana. Banyak diantara kita yang sekedar terinspirasi namun sayangnya tidak ada aksi nyata. Namun saya bertekad saya akan berusaha mewujudkannya. Tampak mustahil? Memang. Namun setidaknya saya mencoba. Saya print beberapa quotes yang berkesan lalu ditempel di dinding kamar sehimgga saya selalu termotivasi. Ini beberapa kutipannya:
1. Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. "Pak guru Balia"
2. Pada saat itulah aku, Arai, dan Jimbron mengkristalkan harapan agung kami dalam satu statement yang sangat ambisius: cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Prancis. Ingin menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne.
3. Jangan selalu berpikir realistis. Realistis berbanding lurus dengan pesimis. Bermimpilah, karena ia selalu setia didampingi optimis.
4. Pahamkah engkau, berhenti bercita2 adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia. "Pak Mustar kepala sekolah"
5. Orang-orang seperti kita tak memiliki apa2 kecuali semangat dan mimpi2. Dan kita akan berjuang habis2an demi mimpi-mimpi itu. "Arai"
6. Jangan pernah mendahului nasib. Pesimis tak lebih dari sikap takabur mendahului nasib. "Arai"
7. Kita lakukan yang terbaik disini! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai ke Afrika! Kita akan sekolah ke Prancis. Kita akan menginjakkan kaki di almamater suci Sorbonne! Apapun yang terjadi! "Arai"
8. Realistis adalah berbuat yang terbaik di tempat dimana aku berdiri. Aku semakin terpatri dengan cita2 agung kami: ingin sekolah ke Prancis, menginjakkan kaki di almamater suci Sorbonne, menjelajahi Eropa sampai Afrika. Tak pernah sedikitpun terpikir untuk mengompromikan cita2 tersebut. "Ikal"
9. Merantaulah. Jika kalian sampai ke Prancis menjelajahi Eropa sampai ke Afrika, itu juga artinya aku sampai kesana, pergi bersama-sama dengan kalian. "Jimbron"
10. Pak Balia memberikan padaku sebuah gambar yang selalu diperlihatkannya didepan kelas, lukisan menara Eiffel dan Sungai Seine. Beliau diam saja dan aku mengerti maksudnya. Prancis bukan hanya impianku dan Arai saja, tapi juga impian beliau.
11. Itulah kawan, kalau mau tahu tenaga dari optimisme, tenaga dari ekstrpolasi kurva yg menanjak. Tenaga dari mimpi2... "Ikal"
12. Dengan kaki tenggelam kedalam lumpur sampai selutut, kami tak surut menggantungkan cita-cita ke bulan: ingin sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kaki-kaki miskin kami di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajahi Eropa sampai Afrika.
13. Pak Balia mengutip "Belle de Paris" yang ditulis ratusan tahun lampau oleh Eustache Deschamps: "Tak ada satu pun kota lain yang dapat menyamainya. Tak ada yang sebanding dengan Paris"
14. Lima belas orang dari ribuan pelamar adalah peluang yang sangat sempit.
15. Demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun memeluk mimpi kami, menyimak harapan-harapan sepi dalam hati kami. Karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerima kami, disana jelas tertulis: Universitè de Paris Sorbonne, Prancis.
Dan tahukah kawan, saya bukan hanya mengikuti jejak mereka, tapi bahkan melebihi! Bergetar rasanya pas menerima email bahwa saya diterima di Sorbonne, sang Altar ilmu pengetahuan. Dan kemudian Tuhan kembali berbaik hati kepada saya. Satu hari sebelum saya berangkat umrah, saya kembali dikirim email bahwa saya diterima beasiswa Eiffel, beasiswa paling prestisius, paling sulit, dan paling besar nilainya. Tak henti ucapan syukur dan air mata ini mengalir deras kala aku solat persis di depan Kabah. saya “mempertanyakan” mengapa Tuhan begitu baiknya memberi rezeki. Benar kata Pak Mario Teguh, Tuhan itu semena mena dalam memberi rezeki ke umatnya. So, bermimpi, berusaha dan berdoa. Itu tiga kunci awal. Namun tanpa kunci keempat, tiadalah berguna ketiga kunci diatas.
Momen kedua yaitu saat saya dan mama nonton film The Tourist yang diperankan Angelina Jolie dan Johnny Depp. Ketika adegan di Venice dimana Jolie naik gondola, beliau bergumam, “Mam pengen banget kesana ngerasain naek gondola ”, disitulah saya berdoa semoga bisa mewujudkan mimpi beliau. Dan Alhamdulillah setahun kemudian, kita bertiga dengan ayah naik gondola di Venice, dan keliling ke 13 negara di lebih 35 kota di Eropa. Namun dibalik itu semua ada perjuangan besar yang mereka lakukan. Tahukah kawan, setiap malam ketika aku terlelap, mereka bangun bersujud memohon supaya impianku kuliah di Paris terkabul. Setiap hari mereka berdoa meminta yang terbaik. Dan inilah kunci yang terpenting, doa orang tua.
Perjuangan mencapai itu semua memang sangat susah dan berliku, namun semua pengorbanan itu kawan, terbayar tuntas ketika aku mengajak mama papa kedalam La Sorbonne, sang Altar Ilmu Pengetahuan di tengah kota Paris, si kota cahaya. Kuajak mereka kedalam, meresapi kemegahan salah satu kampus tertua di Eropa. Dan duhai kawan, ketika kulihat mata ayahku berkaca-kaca tidak sanggup berkata apa-apa, ketika beliau hanya mengusap lembut rambutku, dan ketika kulihat mata mama memerah penuh tangis bahagia, lalu beliau berkata. “Mama sangat bangga”, waktu seakan berhenti. Kawan, itulah momen paling membahagiakan yang pernah kurasa. Kita bertiga menangis berpelukan sembari tak henti bersyukur. Berapa banyak yang memiliki kesempatan seperti itu? Tidak banyak. Walau tetap itu semua tak setimpal dengan pengorbanan mereka, membuat mereka bangga adalah tujuan utama kita sebagai anak.
So kawan, kalau kalian ingin mengikuti langkah saya, ingat 4 kuncinya. Bermimpilah, berusalah, berdoalah, dan mintalah restu orang tua kalian.
PS: Tidak ada niat untuk ujub atau sombong dalam penulisan ini, namun sekedar berbagi semoga kalian pada makin semangat belajar. Dunia dan ilmu pengetahuan itu luas, sementara umur kita pendek. So, masihkah kalian mau buang2 waktu ga berguna? Mengecewakan orang tua kalian? Man jadda wajadda. Siapa yang bersungguh-sungguh, dialah yang akan berhasil.