BERKELANALAH!
Suasana di coffee shop itu penuh, gelas2 kopi dingin bertebaran di meja yang sebagian besar diisi orang asing. Saya kira Bekasi itu kota terdekat ke matahari, ternyata Phnom Penh lebih panas lagi. Makanya ga aneh Coffee shop di Phnom Penh selalu ramai dijejali turis asing yang nyari tempat teduh ber-AC. Juga saya perlu sesuatu untuk mendinginkan hati saya masih bergetar setelah mengunjungi The Killing Fields, tempat pembantaian rezim Pol Pot yang keji tiada tara.
Hanya ada satu kursi kosong di café itu. "May I join you?" tanya saya ke gadis cantik brunette yang lagi asik baca buku. "Yes sure" jawabnya manis. "it's very hot outside right" ucap saya basa basi. "veryyyyyy hot" katanya. "Emmm,,, vous etez Français?" tanya saya. "How do you know?" 2 tahun tinggal di Prancis, saya bisa langsung tau seseorang dari Prancis apa bukan. Aksen mereka pas ngomong inggris kerasa banget. "I've lived in Paris for two years". "ah bon?" Dia tersenyum lebar. Memang benar, bahasa itu kunci dunia.
"Can we speak in English? I want to practice. Btw, I'm Marie" ucapnya sembari mengulurkan tangan. "I'm Angga. Enchante. What book do you read?" tanya saya penasaran. Kaget juga saya ternyata dia lagi baca Le Routard Indonésie. Le Routard itu Lonely Planet-nya Prancis. Begitu saya bilang saya dari Indonesia, berbinarlah dia. Saya tanya mau kemana aja di Indonesia? Dengan penuh antusias dia cerita panjang lebar rencananya. Si mademoiselle cantik itu akan start tripnya dari Jakarta, lalu naik bis keliling Jawa, ke Bandung, Jogja, Surabaya, lalu menyebrang ke Bali, Lombok dan Pulau Komodo sebelum terbang ke Kalimantan ke penangkaran orang utan sebelum finish di Serawak dimana dia bakal volunteer 6 bulan.
Saya bengong. "Wow. Awesome" saya takjub. Malu juga karena banyak tempat-tempat yang saya sendiri belum kesana. Dia baru lulus SMA, dan ini pertama kalinya dia trip keluar Eropa. Saya tanya singkat, "Pourquoi? Why?" dan lalu dia jawab tak kalah singkat, simpel namun menohok. "Pourquoi pas? Why not?" jawabnya sambil tersenyum.
Seorang gadis 18 tahun dari Prancis, tanpa kenalan seorangpun, dengan bahasa inggris yang menyedihkan, rela datang jauh2 keliling negeri kita demi memuaskan rasa penasarannya. Dia lebih memilih keliling nusantara dibanding menikmati musim panas di Eropa dengan segala kemudahan transportasinya. Saya tersenyum melihat sulitnya dia mengucapkan nama2 stasiun, terminal, atau tempat wisata yang akan dia tuju. Namun saya dapat merasakan betapa antusias dan tak sabarnya dia untuk keliling negeri kita. Waktu saya 18 tahun, ke Jogja sendirian saja saya belum tentu berani.
Saya kagum. Lalu saya sadar, itulah yang selama ini juga saya lakukan. Melihat antusiasme dia membuat saya seperti bercermin. Saya paham benar antusiasme dia, karena itu jugalah yang saya rasakan tiap saya berkunjung ke kota baru. Andaikan 4 tahun lalu ada orang yang bilang kalo saya bakal bisa keliling 40 negara ke lebih dari 270 kota, mungkin saya akan bilang dia gila. Namun ternyata saya bisa! Betapa bersyukurnya saya pernah berkunjung ke tempat-tempat yang jutaan orang lain mungkin hanya bisa mengimpikannya.
Dari melihat indahnya aurora si cahaya Utara menari nan anggun jauh di Islandia sana, melihat ribuan wildebeest menyebrangi sungai seperti yang selama ini cuma dilihat di discovery Channel, ke tempat bersejarah Acropolis, Troya, maupun Stonehenge yang misterius. Ke tempat romantis sejagat di Santorini, Venice maupun Zanzibar. Tersesat di Transylvania di rumah sang Dracula dan ratusan cerita yang ga akan pernah hilang. Dan yang juga bagaikan mimpi, bisa kuliah dan tinggal di Paris, si kota cahaya. Semua pengalaman itu memperkaya dan merubah diri saya.
So Kawan, berkelanah. Jelajahi luasnya dunia. Pelajari budaya bangsa bangsa lain. Perluas pikiran kalian, agar tidak mudah dikibuli. Perbanyak teman dari belahan dunia lain, agar kalian tau artinya tenggang rasa, toleransi yang sayangnya kini mulai terkikis habis d negeri ini. Seraplah ilmu pengetahuan dari kampus2 terbaik dunia, ukur kemampuan kalian dibanding teman2 kalian dari seluruh dunia. Berkompetisilah, namun kini dalam lingkup dunia. Tidak cukup menjadi juara di kampung, di provinsi, di nasional, kini kita bicara dunia.
Nikmatilah dunia, pelajari segala baik buruknya. Yang baik kita tiru untuk kemudian kita kembangkan, yang buruk kita tinggalkan. Janganlah kalian jadi mahasiswa berpikiran sempit. Yang timpuk batu, bakar ban sana sini tapi tidak tahu apa maksudnya. Jangan kalian berpikiran sempit, yang main menyalahkan kaum lain tanpa introspeksi diri sendiri. Yang merasa kalian paling benar, hingga seenaknya menuduh kaum lain kafir, penghuni neraka, atau cacian lain.
Berkelanalah. Kejar beasiswa. Kesempatan itu terbuka luas, tinggal kalian mau mengambil apa tidak. Jadilah seperti Marie, yang meninggalkan zona nyamannya demi memuaskan hasratnya melihat dunia. Dengan bahasa inggris dan uang seadanya, dia berani. 18 tahun, sendirian, 10 ribu kilo jauh dari rumah.
Berkelanalah. Lihat teman2 kalian yang saat ini kuliah di luar negeri, mereka membuktikan bahwa kita tidak kalah dibanding bangsa lain. Tiru mereka, pelajari perjuangan mereka. Jauh dari rumah, di negeri asing, dengan bahasa, budaya, teman dan segala hal yang asing. Namun mereka sanggup. Kalau mereka bisa, kenapa kalian tidak?
Berkelanalah, lalu kembalilah. Jadilah pribadi baru, pribadi yang telah melihat dengan mata sendiri betapa megahnya dunia diluar sana. Kalian akan bangga dengan negeri kita. Tidak
Hanya ada satu kursi kosong di café itu. "May I join you?" tanya saya ke gadis cantik brunette yang lagi asik baca buku. "Yes sure" jawabnya manis. "it's very hot outside right" ucap saya basa basi. "veryyyyyy hot" katanya. "Emmm,,, vous etez Français?" tanya saya. "How do you know?" 2 tahun tinggal di Prancis, saya bisa langsung tau seseorang dari Prancis apa bukan. Aksen mereka pas ngomong inggris kerasa banget. "I've lived in Paris for two years". "ah bon?" Dia tersenyum lebar. Memang benar, bahasa itu kunci dunia.
"Can we speak in English? I want to practice. Btw, I'm Marie" ucapnya sembari mengulurkan tangan. "I'm Angga. Enchante. What book do you read?" tanya saya penasaran. Kaget juga saya ternyata dia lagi baca Le Routard Indonésie. Le Routard itu Lonely Planet-nya Prancis. Begitu saya bilang saya dari Indonesia, berbinarlah dia. Saya tanya mau kemana aja di Indonesia? Dengan penuh antusias dia cerita panjang lebar rencananya. Si mademoiselle cantik itu akan start tripnya dari Jakarta, lalu naik bis keliling Jawa, ke Bandung, Jogja, Surabaya, lalu menyebrang ke Bali, Lombok dan Pulau Komodo sebelum terbang ke Kalimantan ke penangkaran orang utan sebelum finish di Serawak dimana dia bakal volunteer 6 bulan.
Saya bengong. "Wow. Awesome" saya takjub. Malu juga karena banyak tempat-tempat yang saya sendiri belum kesana. Dia baru lulus SMA, dan ini pertama kalinya dia trip keluar Eropa. Saya tanya singkat, "Pourquoi? Why?" dan lalu dia jawab tak kalah singkat, simpel namun menohok. "Pourquoi pas? Why not?" jawabnya sambil tersenyum.
Seorang gadis 18 tahun dari Prancis, tanpa kenalan seorangpun, dengan bahasa inggris yang menyedihkan, rela datang jauh2 keliling negeri kita demi memuaskan rasa penasarannya. Dia lebih memilih keliling nusantara dibanding menikmati musim panas di Eropa dengan segala kemudahan transportasinya. Saya tersenyum melihat sulitnya dia mengucapkan nama2 stasiun, terminal, atau tempat wisata yang akan dia tuju. Namun saya dapat merasakan betapa antusias dan tak sabarnya dia untuk keliling negeri kita. Waktu saya 18 tahun, ke Jogja sendirian saja saya belum tentu berani.
Saya kagum. Lalu saya sadar, itulah yang selama ini juga saya lakukan. Melihat antusiasme dia membuat saya seperti bercermin. Saya paham benar antusiasme dia, karena itu jugalah yang saya rasakan tiap saya berkunjung ke kota baru. Andaikan 4 tahun lalu ada orang yang bilang kalo saya bakal bisa keliling 40 negara ke lebih dari 270 kota, mungkin saya akan bilang dia gila. Namun ternyata saya bisa! Betapa bersyukurnya saya pernah berkunjung ke tempat-tempat yang jutaan orang lain mungkin hanya bisa mengimpikannya.
Dari melihat indahnya aurora si cahaya Utara menari nan anggun jauh di Islandia sana, melihat ribuan wildebeest menyebrangi sungai seperti yang selama ini cuma dilihat di discovery Channel, ke tempat bersejarah Acropolis, Troya, maupun Stonehenge yang misterius. Ke tempat romantis sejagat di Santorini, Venice maupun Zanzibar. Tersesat di Transylvania di rumah sang Dracula dan ratusan cerita yang ga akan pernah hilang. Dan yang juga bagaikan mimpi, bisa kuliah dan tinggal di Paris, si kota cahaya. Semua pengalaman itu memperkaya dan merubah diri saya.
So Kawan, berkelanah. Jelajahi luasnya dunia. Pelajari budaya bangsa bangsa lain. Perluas pikiran kalian, agar tidak mudah dikibuli. Perbanyak teman dari belahan dunia lain, agar kalian tau artinya tenggang rasa, toleransi yang sayangnya kini mulai terkikis habis d negeri ini. Seraplah ilmu pengetahuan dari kampus2 terbaik dunia, ukur kemampuan kalian dibanding teman2 kalian dari seluruh dunia. Berkompetisilah, namun kini dalam lingkup dunia. Tidak cukup menjadi juara di kampung, di provinsi, di nasional, kini kita bicara dunia.
Nikmatilah dunia, pelajari segala baik buruknya. Yang baik kita tiru untuk kemudian kita kembangkan, yang buruk kita tinggalkan. Janganlah kalian jadi mahasiswa berpikiran sempit. Yang timpuk batu, bakar ban sana sini tapi tidak tahu apa maksudnya. Jangan kalian berpikiran sempit, yang main menyalahkan kaum lain tanpa introspeksi diri sendiri. Yang merasa kalian paling benar, hingga seenaknya menuduh kaum lain kafir, penghuni neraka, atau cacian lain.
Berkelanalah. Kejar beasiswa. Kesempatan itu terbuka luas, tinggal kalian mau mengambil apa tidak. Jadilah seperti Marie, yang meninggalkan zona nyamannya demi memuaskan hasratnya melihat dunia. Dengan bahasa inggris dan uang seadanya, dia berani. 18 tahun, sendirian, 10 ribu kilo jauh dari rumah.
Berkelanalah. Lihat teman2 kalian yang saat ini kuliah di luar negeri, mereka membuktikan bahwa kita tidak kalah dibanding bangsa lain. Tiru mereka, pelajari perjuangan mereka. Jauh dari rumah, di negeri asing, dengan bahasa, budaya, teman dan segala hal yang asing. Namun mereka sanggup. Kalau mereka bisa, kenapa kalian tidak?
Berkelanalah, lalu kembalilah. Jadilah pribadi baru, pribadi yang telah melihat dengan mata sendiri betapa megahnya dunia diluar sana. Kalian akan bangga dengan negeri kita. Tidak